Heriyoko
Heriyoko
  • Feb 17, 2021
  • 202

KPAI : Pandemi Covid-19 dan PJJ Picu Meningkatnya Kasus Putus Sekolah dan Pernikahan Anak

JAKARTA--Pandemi Covid-19 di Indonesia sudah hampir memasuki masa satu tahun. Masih tingginya kasus covid-19, sebagian besar daerah memutuskan menunda sekolah tatap muka dan memilih memperpanjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Hasil Pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan pandemi Covid-19 berpotensi kuat membuat meningkatnya siswa putus sekolah dan pernikahan anak.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menyatakan hal itu disebabkan beberapa faktor yakni tingginya angka pengaduan orangtua siswa karena kesulitan membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) di berbagai daerah.

”Terutama di sekolah swasta mulai dari tunggakan 3 bulan sampai 10 bulan meliputi jenjang PAUD sampai SMA/SMK" kata Retno, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (17/2/2021).

Pengaduan berasal dari 8 Provinsi yaitu DKI Jakarta (Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan); Jawa Barat (Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Bandung, dan Kabupaten Cirebon); Jawa Tengah (Kota Surakarta dan Kabupaten Temanggung); Banten (Kota Tangerang dan Kota Tangsel); Lampung (Bandar Bandung); Sumatera Utara (Kota Medan); Sulawesi Selatan (Kota Makassar); Bali (Kota Denpasar); dan Provinsi Riau (Kota Pekanbaru).

Pengaduan terbesar berasal dari DKI Jakarta (45, 2 persen); Jawa Barat (22, 58 persen); Banten (9, 67 persen); Jawa Tengah (6, 45 persen); Lampung (3, 22 persen); Sumatera Utara (3, 22 persen), Sulawesi Selatan (3, 22 persen); Riau (3, 22 persen); dan Bali (3, 22 persen). Sebagian besar kasus diselesaikan melalui mediasi yang dihadiri para pihak (pengadu dan teradu) didampingi oleh Dinas Pendidikan setempat.

Saat KPAI melakukan pengawasan penyiapan buka sekolah di masa pandemi pada 8 provinsi (seluruh provinsi di Pulau Jawa ditambah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bengkulu), ternyata beberapa Kepala Sekolah menyampaikan bahwa ada peserta didiknya yang putus sekolah, karena beberapa sebab, misalnya tidak memiliki alat daring, kalaupun punya tidak mampu membeli kuota internet, sehingga anak-anak tersebut selama berbulan-bulan tidak mengikuti PJJ, dan akhirnya ada yang memutuskan bekerja dan menikah.

“Dari temuan KPAI, ada 119 peserta didik yang menikah, laki-laki maupun perempuan, yang usianya beriksar 15-18 tahun, ” tutur Retno.

Dari data diperoleh jenis pekerjaan para siswa umumnya pekerjaan informal seperti tukang parkir, kerja dicucian motor, bekerja di bengkel motor, di percetakan, berjualan bensin di rumah, asisten rumah tangga (ART) dan ada juga yang membantu usaha orangtuanya karena sudah tidak mampu lagi membayar karyawan.

“Bahkan, pada salah satu SMK swasta di Jakarta yang mayoritas siswanya memang dari keluarga tidak mampu, rata-rata per kelas ada 4 siswa bekerja, ” ungkap Retno.

Namun, mereka diberikan kesempatan untuk menyusulkan tugas-tugasnya, kalau soal bayaran sekolah (SPP) tidak ada masalah, karena di DKI Jakarta mereka mendapatkan KJP Plus (Kartu Jakarta Pintar Plus) untuk pembiayaan pendidikannya, kalau daerah lain belum tentu terbiaya pemerintah daerah, terutama untuk jenjang SMA/SMK.

Terkait hal itu KPAI memberikan Rekomendasi

1.KPAI mengapresiasi Kemdikbud RI yang sudah merevisi standar isi menjadi Kurikulum khusus dalam situasi darurat dan pada tahun 2021 ini juga melakukan revisi terhadap standar penilaian melalui Surat edaran (SE) Mendikbud No 1 Tahun 2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan serta pelaksanaan Ujian Sekolah dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) ini ditandatangani Mendikbud Nadiem pada tanggal 1 Februari 2021. SE ini seharusnya menjadi rambu-rambu penilaian di masa pandemic bagi kelulusan maupun kenaikan kelas peserta didik pada seluruh sekolah di Indonesia

2.KPAI mendorong Kemdikbud dan Dinas Pendidikan melakukan pemetaan dan membuat program pembagian alat daring untuk PJJ, sehingga anak-anak yang tidak memiliki alat daring bisa dipinjamkan melalui sekolah dan diberikan bantuan kuota internet. Bagi daerah yang blank spot diberikan bantuan penguat sinyal sehingga PJJ dapat berlangsung, anak-anak tetap memiliki keteraturan dalam pembelajaran.

3.KPAI mendorong Dinas-dinas Pendidikan di daerah memetakan bersama sekolah terkait anak-anak yang berpotensi putus sekolah karena tidak memiliki biaya pendidikan, mereka harus dibantu, baik yang di sekolah negeri maupun sekolah swasta agar hak atas pendidikan tetap dapat dipenuhi oleh pemerintah/Negara dalam keadaan apapun sebagaimana amanat pasal 31 Konstitusi RI.

4.KPAI mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Dinas-dinas PPPA di berbagai daerah untuk mengkampayekan bahayanya perkawinan anak dan mencegah terjadinya perkawinan anak karena putus sekolah di masa pandemic Covid-19. (hy)

 

 

 

Penulis :
Bagikan :

Berita terkait

MENU